Jumat, 12 Februari 2010

Persatuan Dunia Islam

Oleh: Amar Khan
Ketika seseorang berpikir tentang dunia Islam, dalam pikirannya akan tergambar bayangan tentang kemiskinan, korupsi dan peperangan. Banyak konotasi negatif tentang keadaan Dunia Islam yang terus menempati ruang-ruang berita dan surat kabar. Media global cenderung mengabaikan prestasi Dunia Islam dan kontribusi yang dibuatnya untuk kemanusiaan. Dunia Islam memiliki sejarah yang kaya atas pembangunan dan penemuan-penemuan, dimana hasilnya kita rasakan hari ini.

Selama dekade terakhir, seruan bagi persatuan dunia Islam yakni Khilafah telah memperoleh momentum dan momentum ini terus tumbuh. Kemungkinan akan adanya persatuan dunia Islam yang diperintah oleh seorang penguasa (Khalifah) adalah sesuatu hal yang dapat dicapai umat Islam karena hal ini sudah dicapai di masa lalu dan bahkan para sejarawan barat memberi kesaksian atas fakta ini. Negeri-negeri Muslim saat ini memiliki:

  • Jumlah penduduk terbesar di dunia, yakni 1,6 miliar
  • Jumlah tentara terbesar di dunia
  • Kontrol atas setengah minyak dunia dan banyak sumber daya alam lainnya
  • Kontrol selat-selat laut kunci yang strategis (dimana sepertiga minyak dunia melalui Selat Hormuz yang terletak diantara Iran dan UEA) dan wilayah udara
  • Memiliki daratan terbesar
  • Memiliki senjata nuklir

Pada zaman keemasan umat dapat dilihat banyaknya perkembangan teknologi. Teknologi telah digunakan umat Islam sementara Eropa pada waktu bahkan tidak bisa memimpikan hal itu. Sebagai contoh, beberapa teknologi yang kita anggap biasa pada hari ini sebenarnya tidak akan pernah ada jika konsep-konsep matematika seperti aljabar tidak berkembang selama masa keemasan Islam. Komputer yang kita digunakan saat ini tidak akan mungkin ada jika konsep-konsep matematika seperti algoritma tidak ada. Banyak sarjana seperti Donald Routledge Hill mengungkapkan pandangan bahwa Islam adalah kekuatan pendorong di belakang prestasi Muslim sementara Robert Briffault bahkan melihat sains Islam sebagai landasan ilmu pengetahuan modern.
Oliver Joseph Lodge menulis dalam Pioneers of Science (Para Pelopor Ilmu Pengetahuan): “Satu-satunya penghubung efektif antara sains lama dan baru adalah sains yang diberikan oleh orang-orang Arab (Muslim). Masa kegelapan (the dark ages) datang seperti suatu kesenjangan dalam sejarah ilmu pengetahuan Eropa, dan selama lebih dari seribu tahun disana tidak ada seorang ilmuwan pun yang tercatat kecuali yang ada di Arab “

Melalui penerapan Islam, Ummat terikat oleh sistim Islam, sehingga memungkinkan kaum Muslim dan Non-Muslim untuk hidup damai dan aman. Ummat Muslim harus kembali kepada posisinya semula, yakni kepemimpinan dan kehormatan karena ini adalah satu-satunya posisi yang akan menyelamatkan Ummat Muslim dari krisis yang sekarang sedang kita hadapi.

Jika Khilafah ada pada hari ini, negara itu akan merangkul teknologi, mengembangkan perekonomian yang mendistribusikan kekayaan secara efisien dan menetapkan hukum dan ketertiban. Kunci untuk sebuah negara yang sukses adalah memiliki pemerintah yang benar-benar mengurusi warganya, karena hal ini akan memungkinkan umat untuk membuat kemajuan karena kebutuhan dasar mereka terpenuhi. Islam menjadikan sebagai kewajiban kepada penguasa untuk memenuhi hak-hak warga negara dan hal ni adalah alasan mengapa Khilafah telah berhasil di masa lalu. Khilafah akan memanfaatkan sumber daya sehingga kebutuhan warganya terpenuhi. Sedangkan hari ini, umat dengan cadangan besar sumber daya mineral berada dalam kemiskinan. Tidak ada orang atau perusahaan akan yang memiliki monopoli atas kebutuhan dasar yang penting untuk Khilafah seperti sumber air dan sumur-sumur minyak karena Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم mengatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:

Orang-orang berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput yang hijau dan api (energi).”

Tanah Muslim tidak memiliki kekurangan sumber daya energi, namun sebagian besar wilayah muslim menderita penumpukkan beban dan infrastruktur yang rusak. Sebagian besar dunia Islam menghadapi krisis energi. Akar masalah krisis energi dalam dunia Islam adalah upaya oleh banyak pemerintahan dalam melakukan privatisasi sumber daya tersebut. Privatisasi telah mengakibatkan peningkatan harga komoditas dasar itu sehingga menjadikan kaum buruh tetap dalam kemiskinan. Khilafah membawa asset itu bersama-sama dan mengembangkan infrastruktur yang diperlukan sehingga warga Khilafah dapat memperoleh manfaat darinya. Cadangan minyak yang besar (56% dari cadangan minyak dunia ada di Timur Tengah, Sumber: EIA) yang ada di Timur Tengah akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dasar dari warga negara Khilafah karena komoditas energi akan ditransfer kepada semua bagian negara Khilafah. Kebijakan energi ini adalah salah satu contoh dari apa yang dapat dilakukan Khilafah untuk dikembangkan

Sejumlah negara-negara muslim seperti Pakistan, Indonesia dan Turki telah mengembangkan aspek-aspek industri mereka yang telah memungkinkan mereka untuk membuat kemajuan teknologi, khususnya dalam industri militer mereka.

Pakistan telah berhasil dalam mengembangkan perangkat keras pertahanan seperti rudal jelajah yang mampu membawa hulu ledak nuklir, pesawat terbang dan yang terkenal adalah tank Al - Khalid (peringkat 7 tank). Jika pasukan Muslim bersatu di bawah satu pemimpin, pasukan ini akan menjadi tentara terbesar di dunia dengan kekuatan lebih dari 3 juta personel.

Tanah Muslim memiliki banyak kelebihan dan keuntungan. Salah satu keuntungan utamanya adalah bahwa dunia Islam yang telah bersatu itu memiliki kontrol atas wilayah udara internasional dan selat laut yang strategis. Pada masa Sultan Muhammad Al Fatih, kaum muslim memiliki kontrol atas selat Bosphorus dan kapal-kapal dari negara-negara lain hanya bisa melewati Bosphorus jika negara Islam memberikan izin. Dengan cara yang sama Khilafah akan memiliki kontrol terhadap selat strategis yang merupakan kunci seperti Selat Bosphorus dan Selat Hormuz dan kontrol atas wilayah udara yang terbang di atas tanah yang dikuasainya; maka Khilafah akan menentukan bangsa mana yang dapat melalui selat-selatnya dan pesawat terbang di atas wilayah udara nya. Akibatnya negara-negara seperti Amerika akan merasa sulit memulai serangan terhadap Dunia Islam karena Khilafah akan akan membatasi kemampuan manuver Amerika.

Jika Amerika tidak diperbolehkan melewati Selat Hormuz dan menggunakan wilayah udara Turki, Pakistan, Arab Saudi dan negara-negara Teluk, akan sangat sulit bagi Amerika untuk menyerang Irak dan Afghanistan. Jet-jet tempur tidak bisa terbang non-stop dari Amerika ke Irak atau Afghanistan, maka Amerika akan membutuhkan pangkalan-pangkalan udara setempat dan pesawat-pesawat pengangkut untuk operasi militernya.

Khilafah akan menghadapi banyak tantangan pada kemunculannya dan hal ini tidak bisa diremehkan. Karena hal tersebut, penguasaan atas perkembangan teknologi dan memperbaiki situasi Dunia Islam saat ini akan memakan waktu, namun isu penting adalah bahwa persatuan dunia Islam memiliki potensi untuk menjadi kekuatan super. Dalam kondisi saat ini dunia Islam telah mencapai tonggak sejarah dan jika kepemimpinan Islam yang tulus itu muncul, kepemimpinan ini akan membimbing Dunia Islam kepada puncak tertinggi yang baru dan Khilafah akan menjadi cahaya mercu suar bagi seluruh umat manusia, Insya Allah.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Allah mengumpulkan bumi untukku sehingga aku melihat bagian Timur dan bagian Barat, dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai apa yang dikumpulkan untukku dari keduanya.” [Sahih Muslim]

NU Haramkan Hari Kasih Sayang

SUMENEP- Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama atau PCNU Sumenep, Madura, Jawa Timur, mengharamkan perayaan Hari Kasih Sayang atau Valentine’s Day yang lazim dilakukan kaum muda sekarang.

“Kegiatan tersebut lebih mengarah pada hura-hura yang sifatnya kurang bermanfaat dan sebagian sudah mengarah pada perbuatan maksiat. Kegiatan seperti itu sudah layak diharamkan. Kami mengimbau kaum muda Islam jangan merayakannya,” kata Ketua PCNU Sumenep KH Abdullah Cholil di Sumenep, Kamis (11/2/2010).

Ia menjelaskan, kegiatan perayaan Hari Kasih Sayang yang bersifat hura-hura dan kurang bermanfaat itu antara lain tukar-menukar hadiah sesama teman.

“Kalau mereka ingin merealisasikan makna kasih sayang yang sebenarnya, seharusnya hadiah itu diberikan kepada orang yang lebih berhak, misalnya kepada orang miskin atau anak yatim piatu,” katanya.

Sementara itu, kegiatan perayaan Hari Kasih Sayang yang sudah mengarah pada perbuatan maksiat adalah jalan-jalan atau berduaan dengan lawan jenis.

“Hari Kasih Sayang yang diperingati setiap tanggal 14 Februari itu bukan budaya Islam dan wajar jika kaum muda Islam tidak memperingati, apalagi kegiatannya sudah mengarah pada perbuatan maksiat. Tentunya kaum muda Islam harus tahu diri. Itu haram,” katanya.

Kiai Cholil mengemukakan bahwa Islam sendiri banyak mengajarkan kasih sayang yang sering kali dilupakan oleh sebagian umatnya, termasuk kaum muda.

Zakat, infaq, dan sedekah itu merupakan bagian dari realisasi makna kasih sayang sesama umat yang merupakan ajaran Islam. Namun, belum ada gerakan massal dari kaum muda Islam untuk melakukannya sebagaimana Hari Kasih Sayang.

“Jujur saja, kami prihatin dengan kondisi sebagian kaum muda Islam sekarang ini. Pada Hari Kasih Sayang yang jelas-jelas bukan budayanya, mereka tanpa diperintah merayakannya. Mereka seharusnya lebih punya kesadaran untuk merealisasikan ajaran agama, seperti tidak berduaan dengan lawan jenis sebelum menikah,” katanya.

Ia juga mengimbau para orangtua untuk mencegah anak-anaknya merayakan Hari Kasih Sayang.

“Saat ini, fungsi pengawasan yang dilakukan sebagian orangtua kepada anak-anaknya memang terlalu longgar dengan alasan tuntutan zaman. Dengan demikian, hal-hal yang seharusnya dilakukan justru tidak dilaksanakan oleh anak-anak. Sementara itu, hal-hal yang kurang bermanfaat dan cenderung maksiat malah dilakukan dengan sepengetahuan orangtua,” katanya. (kompas.com, 11/2/2010)

dikutip dari http://hizbut-tahrir.or.id/2010/02/13/persatuan-dunia-islam/

Rabu, 10 Februari 2010

Islam & Politik : Apakah Seorang Muslimah Harus Berpolitik

Oleh: Cicin Yulianti

ImageDogma Politik Penyesatan

Saat ini, khususnya setelah terbongkarnya berbagai tindak kriminalitas yang dilakukan oleh para pejabat negara maupun para elit politik (pada Kasus Century dan ‘Gurita Cikeas’), banyak orang yang merasa phobi mendengar kata politik atau hal-hal berkenaan dengan aktivitas politik. Sikap apatis atau phobi pada politik bukan hanya dirasakan oleh kalangan grassroot, bahkan para intelektual muslim pun terjangkit perasaan dan pemikiran yang sama. Persoalan yang menggejala tersebut disebabkan karena praktek-praktek aktivitas yang dilakukan oleh gerakan yang menamakan dirinya sebagai partai politik atau mereka yang mengaku para politikus saat ini memberikan gambaran yang negatif pada makna politik. Masyarakat memandang makna politik an sich direkatkan pada aktivitas pengejaran kekuasaan atau kepentingan untuk golongan. Sebagai contoh, politik etis, politik balas budi, money politik, kontrak politik, dan sebagainya. Itulah makna politik dan atau aktivitas politik yang digambarkan oleh organisasi-organisasi yang menamakan dirinya partai politik saat ini.

Masyarakat secara umum sebenarnya menyadari bahwa negerinya berada dalam kondisi yang buruk dan kacau akibat kesalahan praktek politik yang diterapkan penguasa dan sistemnya. Refleksi akhir tahun negeri ini sebagai telaahnya. Masyarakat sebenarnya sadar bahwa pihak asing telah dibiarkan mengambil alih (privatisasi) perusahaan-perusaahan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak (BUMN)- harta mereka. Mereka tahu bahwa terdapat campur tangan asing dalam pembuatan UU Penanaman Modal, UU Ketenagalistrikan, UU Migas, UU Sisdiknas, UU Kesehatan, UU Rumah Sakit, kebijakan perpajakan, serta Peraturan Presiden No.111/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.77/2007. Berikutnya di Tahun 2009, hutang Indonesia membengkak menjadi Rp 1.667 triliun - hingga tiap kepala warga negara harus menanggung Rp 7,7 juta; pun tentang pengurangan subsidi listrik dari Rp 47,546 triliun (APBN-P 2009) menjadi Rp 37,8 triliun, sebenarnya masyarakat tahu dan sadar. Bahkan perasaan mereka kembali tersayat, karena tahu BLT yang dijanjikan pemerintahan baru telah dihapuskan. Semakin tersayat akibat terbongkarnya Kasus Century, dugaan tindak kriminalitas elit pejabat, dan segudang persoalan pelik yang sebenarnya masyarakat mengetahui serta sadar akan kekacauannya, tapi mereka tak mampu berbuat apa-apa.

Mereka sadar bahwa seluruh kebijakan yang diterapkan atas mereka, tentu secara umum diperoleh dari konsensus pihak-pihak yang mayoritas sebelumnya dilahirkan dari organisasi yang mengaku dirinya partai poltik dan dimenangkan dari pakem aktivitas politik- PEMILU. Meskipun mereka menampakkan kemarahan terhadapnya, merasa bosan dengan cara-cara yang dikembangkan partainya, serta tidak menaruh harapan untuk meraih keberhasilan dari metode yang ditempuhnya. Namun mereka menjadi terbiasa pada partai-partai yang ada saat ini.

Masyarakat (umat) sadar bahwa mereka membutuhkan kehadiran pemimpin yang ikhlas, penuh kesadaran, dan mampu merasakan keadaan mereka, namun kesadaran tersebut masih kabur dan perasaan mereka pun masih mengambang, timbul tenggelam. Karena masyarakat tidak mampu memahami (atau lebih tepatnya tidak tergambar) bagaimana format politik yang seharusnya diemban oleh negara, masyarakat (secara umum), atau partai politik sekalipun. Mengapa demikian? karena masyarakat saat ini telah dikendalikan oleh pemikiran kapitalisme-sekuler, dikuasai oleh pemikiran peradaban barat dan perasaan spiritual pasturian (kultusisme). Mereka memang beragama Islam, namun mereka memeluk Islam hanya berdasarkan perasaan, sedangkan pikirannya tetaplah dikuasai oleh aqidah Barat.

Penjajah Barat telah meletakkan dunia islam dalam situasi dan kondisi yang memunculkan aktifitas-aktifitas yang menyerupai aktivitas politik- yang kemudian disebut sebagai aktifitas politik- dan memunculkan beragam organisasi dengan beragam bentuknya, yang kemudian sebagiannya disebut sebagai organisasi politik. Inilah yang menyebabkan masyarakat terkecoh sehingga mereka menduga bahwa aktifitas tersebut merupakan aktivitas politik dan organisasinya merupakan organisasi politik. Dugaan inilah yang membuat masyarakat berada di bawah penguasaan organisasi-organisasi tersebut. Dengan itu pula yang membuat mereka menjadi ajang aktivitas-aktivitas organisasi tersebut.

Dogma berikutnya, seorang muslimah dinyatakan tidak perlu mengenal atau bersentuhan dengan aktifitas politik. Karena kehidupan mereka seharusnya hanya berada di rumah atau dapur.

Sebenarnya bagaimana Islam memandang Politik dan Partai Politik? Apakah seorang Muslimah harus berpolitik?

Islam Memandang Politik

Politik dalam bahasa arab berasal dari kata sasa-yasusu-siyasah yang artinya siasat atau cara pengaturan. Secara umum, makna politik dalam Islam didefinisikan sebagai cara pengaturan urusan umat (riayatus-syu’unil ummah). Kita semua adalah bagian dari umat, maka ketika kita bicara tentang cara bagaimana kita memenuhi kebutuhan hidup dan mengatur kehidupan kita, maka hal tersebut merupakan bagian dari aktifitas politik yang kita lakukan. Contoh kecil dalam kehidupan sehari-hari (baik laki-laki mapun perempuan), ketika kita lapar atau haus kemudian kita mencari cara agar rasa lapar atau haus itu dapat terpenuhi dengan makan atau minum sesuatu misal, maka sesungguhnya kita tengah melakukan aktifitas politik. Begitupula dalam kehidupan bernegara. Negaralah yang secara langsung melakukan pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri; pada seluruh bidang kehidupan ipoleksosbudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan). Dengan demikian, aktifitas politik pada dasarnya dilaksanakan oleh individu maupun negara.

Adapun Partai Politik Islam, dalam hal ini bukanlah institusi operasional (negara) atau badan eksekutif yang bertugas merealisasikan secara praktis pengaturan urusan umat dengan menggunakan seluruh potensi kenegaraannya dan potensi umat (masyarakat). Partai politik Islam bukan pula institusi sosial (umat) yang terdiri atas kumpulan orang (laki-laki dan perempuan) yang kemampuan berpikir, fisik, dan jasmaninya berbeda-beda. Partai Politik Islam merupakan institusi pemikiran yang berfungsi mencerdasakan umat dimana perwujudan aktifitasnya tidak boleh terkontaminasi oleh karakter institusi lain (institusi operasional maupun institusi sosial). Misal : partai politik mengemban misi melaksanakan bakti sosial untuk menyantuni fakir miskin atau anak terlantar, membangun infrastruktur umum (rumah sakit, yayasan pendidikan, dll), atau mengangkat senjata untuk mempertahankan negara, yang notabene tugas tersebut seharusnya diemban oleh institusi operasional (negara).

Bagitupula dengan aktivitas yang dilakukan oleh institusi sosial (umat) tidak dapat dilakukan oleh partai politik sebagai institusi pemikiran. Sebagai contoh adalah tindakan Abu Bakar ra (sebagai bagian dari institusi sosial) tatkala membebaskan Bilal ra, yang ketika itu masih berstatus budak milik Umayyah bin Khalaf. Ketika mengetahui Bilal ra masuk Islam, Umayyah mulai menyiksanya dengan cara menjemurnya di siang hari yang terik dan ditindih batu besar, dengan tujuan agar ia meninggalkan Islam dan kembali kepada kemusyrikan. Namun Bilal ra tetap sabar menahan siksaan dan hanya mengucapkan kata ‘ahad’ berkali-kali. Padahal sesuatu yang mudah bagi Nabi SAW, sebagai pemimpin Partai Islam pertama di dunia (Hizbu Rasul), mampu mengumpulkan dana dari para shahabatnya guna menebus dan membebaskan Bilal ra serta sahabat lainnya yang disiksa setelah masuk Islam. Namun demikian, beliau tidak melakukannya. Secara inisiatif Abu Bakar ra lah yang melakukannya sebagai bagian dari institusi sosial. Apabila aktivitas yang dilakukan oleh Abu Bakar ra itu merupakan suatu aktivitas yang harus untuk dilaksanakan oleh Partai Politik, maka Nabi SAW segera mengambil sikap yang harus dilakukan oleh partainya. Namun ternyata Beliau SAW sebagai pemimpin Partai, tidak melakukannya walaupun beliau mampu. Hal tersebut memberikan pengertian bahwa ada aktivitas yang individu (sebagai bagian dari institusi sosial) boleh melakukan sementara partai politik tidak boleh melakukannya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

”Siapa saja diantara kalian melihat (suatu) kemunkaran, maka hendaklah ia berusaha mencegahnya dengan tangannya...”

Adapun Partai Politik Islam yang shahih akan mengemban misi-nya dalam dua kegiatan: pertama, berdakwah kepada Islam (terhadap pengikut agama lain –visi rahmatan lil alamiin); dan kedua, melakukan amar ma’ruf nahyi munkar di tengah-tengah kaum muslimin; dimana secara keseluruhan merupakan aktifitas fikriyah (mengajak berpikir dan menentukan sikap – menyeru tanpa kekerasan). Sebagaimana seruan Allah dalam QS. Al-Imran [3] : 104,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Al-Imran [3]: 104)

Ayat tersebut merupakan seruan perintah (“Hendaklah ada diantara kamu segolongan umat…”) kapada kaum muslimin (laki-laki dan perempuan) untuk membentuk kelompok dakwah, jamaah atau partai politik islam sebagai sebuah kewajiban (kifayah) secara terus menerus, khususnya pada saat Khilafah Islamiyah masih ada. Apalagi kondisinya saat ini Khilafah (sebagai institusi operasional-Badan Eksekutif yang secara praktis melakukan pengaturan urusan umat) belum tegak. Padahal Syariat Islam akan mampu tertegakkan secara sempurna hanya bila negara menerapkannya sebagai sumber hukum bagi pengaturan kehidupan masyarakat (umat). Oleh karenanya, kewajiban adanya gerakan islam atau partai politik islam yang menyeru agar tertegakkannya kewajiban besar (penerapan syariat Islam secara kaffah dalam sebuah negara) menjadi keharusan yang tertunaikan. Bagitupun dengan hukum ketergabungan individu di dalamnya (dalam partai politik islam), karena kewajiban kifayah tetaplah akan menjadi sebuah kewajiban bagi setiap individu muslim yang mengetahuinya. Terlepas apakah dia seorang laki-laki (muslim) maupun seorang perempuan (muslimah). Hal tersebut berpedoman pada kaidah syara’ yang menyatakan:

“Apabila sebuah kewajiban tidak sempurna kecuali dengan suatu perbuatan, maka perbuatan itu wajib pula hukumnya.”

Dalam sistem Islam, partisipasi dan peran politik muslimah (perempuan) diberikan sesuai dengan norma-norma Islam. Kecuali aktivitas-aktivitas yang termasuk dalam wilayah kekuasaan atau pemerintahan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan wilayah kekuasaan atau pemerintahan adalah wilayah pengaturan urusan umat yang dilakukan secara langsung dan meneyeluruh, misalnya penguasa. Dalam sistem Islam, jabatan penguasa mencakup khalifah (kepala negara), mu’awin tafwidh (pembantu khalifah dalam urusan pemerintahan), wali (kepala wilayah), dan ‘amil (kepala daerah).
Sebagaimana dituturkan oleh Abu Bakrah ra:

“Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada wanita”. (HR.Bukhari)

Islam mengharuskan seorang muslimah untuk memiliki kesadaran politik dan membolehkan seorang muslimah berkiprah dalam bidang politik tanpa melupakan habitat aslinya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Setiap orang yang mengaku dirinya muslim (laki-laki dan perempuan) sudah seharusnya memiliki keyakinan bahwa hanya sistem Islam-lah satu-satunya sistem yang bisa menyelesaikan seluruh permasalahan manusia tanpa menimbulkan kerugian atau permasalahan baru pada siapapun. Selanjutnya, setiap muslim (laki-laki dan perempuan) harus merasa berkewajiban untuk turut andil memperjuangkan tegaknya suatu sistem Islam di dunia ini dalam partai politik Islam. Dengan begitu, kemuliaan Islam dan umatnya, termasuk muslimah (kaum perempuan), akan kembali terwujud.
Sebagai renungan akhir, cukuplah Allah SWT sebagai penuntun dan pelindung dalam kehidupan kita,

“Tidaklah pantas bagi laki-laki mukmin maupun wanita mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan RasulNya sungguhlah telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (TQS. Al-Ahzab [33] : 36). Wallahu'alam